BeritaLulus Dari Ujian Hujan, Brady Ellison, Marcus D’Almeida, dan Empat Korea Tak Terbendung

17 Mei 2023

LAPORAN DARI SHANGHAI

Di atas segalanya, Stadion Yuanshen, di Shanghai, China benar-benar seperti medan tempur rekayasa di dunia The Hunger Games. Peta pertempuran itu mendadak bisa berubah. Dari kemarin yang berangin kencang dan berputar-putar, kini hujan terus mengguyur di sepanjang pertandingan babak kualifikasi recurve. 

SHANGHAI, 17 Mei 2023 – Di bawah guyuran hujan di sepanjang pertandingan babak kualifikasi recurve Hyundai Archery World Cup Stage (AWCS) 2, Brady Ellison, Marcus D’Almeida, dan empat wakil Korea Selatan menemukan senjata pamungkasnya. Brady adalah yang paling konsisten, karena tidak bergeser dari posisi atas sejak babak kualifikasi di Turki, sedangkan D’Almeida seperti kembali menemukan ritme bermainnya sebagai world number one.

Hadirnya Korea Selatan, seperti yang sudah diprediksi, benar-benar menggeser peta persaingan dan rangking di babak kualifikasi pada AWCS 2 di Kota Shanghai tersebut. Brady di posisi pertama dengan total skor 670 dan D’Almeida di posisi kedua dengan 669 mendapat perlawanan dari Lee Woo Seok di posisi ketiga dengan total tembakan 667.

Yang agak mengejutkan adalah Kim Woojin, rangking dua dunia, tercecer di urutan 19 dengan total skor 647, termasuk Mete Gazoz di peringkat 25, Valladont di peringkat 32. Sementara itu, duo tuan rumah, Wang Dapen dan Li Zhongyuan, menempati posisi 4 dan 6.

Pada recurve putri, Korea Selatan tak terbendung. Tiga wakilnya berada di posisi lima besar, ditempel ketat oleh atlet-atlet dari China Taipei. Hasil ini seperti perang Korea Selatan melawan dirinya sendiri. Karena China Taipei sudah hapal luar kepala cara teknik memanah Korea Selatan, berkat gemblengan pelatih-pelatih kaliber panahan negeri ginseng itu.

Kang Chae Young berada di peringkat pertama dengan total skor 671, disusul Chia Mao Peng dari China Taipei dengan 660, lalu dua Korea lainnya, Choi Misun 653, An San 652, dan Chien Ying Lei dari China Taipei di urutan keempat dengan 652.

Penny Healey, yang baru saja merebut tampuk world number one recurve putri sejak menjuarai Turki, berada di posisi kelima dengan selisih total tembakan tipis 651. Beda antara Penny dan Chae Young memang agak jauh sekitar 13 poin, tetapi seperti pernyataannya beberapa waktu lalu, dia benar-benar bisa bersaing dengan Choi Misun dan An San, kalau dilihat dari total skor yang tipis di antara mereka.

Di atas segalanya, Stadion Yuanshen, di Shanghai, China benar-benar seperti medan tempur rekayasa di dunia The Hunger Games. Peta pertempuran itu mendadak bisa berubah. Dari kemarin yang berangin kencang dan berputar-putar, kini hujan terus mengguyur di sepanjang pertandingan babak kualifikasi.

Di akun @bradyellison, Brady memperlihatkan jari tengahnya yang sobek karena digerus hujan dan senar panah. “Perjalanan kualifikasi yang memuaskan dan berhasil finis di urutan pertama. Tetapi, babak ini adalah pertarungan antara jari-jari saya dengan hujan yang mengguyur. Dan lihatlah jari-jari saya, hujan tentu saja jadi pemenang di sini,” tulis dia.

“Dengan kondisi hujan seperti ini, kami hanya perlu menembak yang terbaik sejauh yang bisa dilakukan dan cepat melakukan adaptasi. Saya sendiri melakukan beberapa kesalahan di penghujung akhir putaran, tetapi saya tetap puas dengan hasil yang saya capai hari ini,” tambah dia.

D’Almeida memiliki tips tersendiri untuk mengatasi kondisi hujan. Dia termotivasi untuk memberikan yang terbaik setelah hasil kurang memuaskan di Turki. “Saya tidak akan berlari dari hujan dan membiarkan tubuh saya basah kuyup oleh hujan. Saya membiarkan tubuh saya merasakan sepenuhnya hujan yang mengguyur, dengan demikian saya bisa fokus dan tampil dengan konsisten,” kata dia.

Chae Young sendiri punya tips lain. “Saya coba membidik seperti pada saat latihan bebas. Kondisi hujan jadinya sama sekali tidak memberikan pengaruh banyak untuk saya, karena saya fokus pada kekuatan dan mendorong diri saya untuk memberi yang terbaik,” akunya.

Rekannya An San, yang berada di rangking lima dunia, mengatakan hal yang sama. “Hujan membuat dirinya sangat sibuk hari ini. Saya akhirnya memilih untuk tidak memikirkan hujan. Namun, pada akhirnya saya tidak puas dengan cara menembak saya hari ini, juga dengan hasil yang saya dapatkan. Tetapi, saya tidak akan menyerah di babak selanjutnya,” tegas dia.

Alviyanto Bagas mengaku cuaca yang berubah memang merupakan tantangan terberat. Kombinasi antara hujan dan angin menyebabkan atlet harus bisa memaksimalkan kondisi dengan menembak pada saat yang tepat. “Hujan yang lumayan deras dari pagi sampai babak kualifikasi selesai. Ini tantangan pada babak kualifikasi hari ini,” akunya.

Yang nampak sangat stres dengan kondisi hujan adalah Mete Gazoz. Dia mengatakan, benar-benar tidak bisa memahami hujan yang terus mengguyur dan disertai dengan angin kencang. “Saya gagal memahami hujan dan angin di sini. Ini bukan merupakan hari terbaik saya, kendati bukan juga merupakan hari terburuk. Mudah-mudahan saya bisa mendapatkan hari yang lebih baik di babak-babak selanjutnya,” katanya.

Seperti yang sudah diduga sebelumnya, kondisi cuaca di antara terik menyengat, angin, hujan bakal menjadi medan tempur yang menantang di Stadion Yuanshen, Shanghai. Adaptasi cepat para atlet dan fokus pada diri sendiri merupakan kombinasi yang sangat menentukan hasil akhir di AWCS 2 ke depan. Siapa yang bakal menjadi pemenang, kita lihat yang bakal terjadi ke depan.

https://www.indonesiaarchery.org/wp-content/uploads/2023/03/all-logo-copy.png

All contents © copyright Indonesia Archery. All rights reserved.