BeritaCerita Olimpian: Antara Impian dan Beban Sejarah Mengejar Medali di Olimpiade

7 Juli 2023

70 TAHUN PERPANI, BAGIAN 4

Dari semua olimpian, yang pernah bertanding di Olimpiade, Hendra Setijawan adalah yang paling mendekati prestasi Tiga Srikandi. Dia berhasil menembus babak perempat final atau berada di peringkat enam.

Jakarta, 06 Juli 2023 – Dua olimpian berbagi cerita tentang tekad dan upaya keras para atlet pelatnas panahan Indonesia demi meraih prestasi terbaik di ajang Olimpiade. Medali adalah tujuan tertinggi, yang selalu menjadi beban setiap kali para atlet berlaga di ajang multievent empat tahunan tersebut.

Hingga 70 tahun kini, sudah lebih dari sepuluh kali Indonesia mengirimkan atlet panahannya ke Olimpiade. Pertama dimulai dari Olimpiade 1972, dengan satu atlet, Tjoeij Lin Alienilis yang menembus peringkat 37, menyusul era Donald Pandiangan dan Leane Suniar pada 1976.

Donald, yang belakangan dikenal sebagai Robin Hood Indonesia, kembali tampil pada 1984 bersama Suradi Rukimin, setelah akhirnya munculnya Tiga Srikandi dengan medali perak di Seoul pada 1988. Hendra Setijawan kemudian pada era 1992 di peringkat 6, bersama tiga atlet lainnya, dan berturut-turut pada olimpiade 1996, 2000, 2004, 2008, dan 2012.

Ika Yuliana Rochmawati, yang telah tiga kali mengikuti olimpiade, merasakan beban berat tersebut hingga stress tinggi. Dimulai dari masa persiapan yang berat, bertanding untuk mendapatkan tiket, hingga harus berlaga di turnamen besar tersebut.

“Lebih banyak mendem roso, berdiam diri kalau sudah mulai stress. Apalagi, kalau rasa stress itu sampai mengganggu hubungan baik dengan teman-teman atlet lainnya. Padahal, saya tidak bermaksud menyinggung perasaan teman lain, karena kami dituntut untuk kompak selalu. Peran pelatih menjadi penting untuk bisa meramu program pelatihan individu dan kekompakan tim,” ujar Ika kepada indonesiaarchery.org.

Untuk pertama kali, Ika bertanding di Olimpiade Beijing 2008. Tiket olimpiade dia dapatkan di saat-saat akhir, ketika bertanding di Asian Grand Prix Tournament di Thailand. Dalam debutnya itu, Ika langsung tersingkir di babak pertama, kala bertemu dengan Jenifer Hardy dari Amerika Serikat.

Pada Olimpiade London 2012, Ika sudah lebih cepat meraih tiket karena berhasil mendapat medali emas pada Asian Olympic Qualifier pada Oktober 2011. Dengan waktu yang lebih lama, dia memiliki banyak waktu untuk melakukan persiapan.

Pada laga di babak pertama 2012, Ika menyingkirkan unggulan ketiga Fang Yuting dari China, lalu babak kedua mengalahkan Amy Oliver dari Inggris Raya. Ika kalah pada babak shoot off dari Ksenia Perova asal Rusia. Anak panah terakhir keduanya sama-sama berada di angka 9, namun Perova lebih dekat ke X. Ika harus puas di peringkat 9.

Sementara untuk Olimpiade di Rio Jenairo pada 2016, Ika tersingkir di babak pertama dari Naomi Folkard asal Inggris Raya. Padahal, dalam perjalanannya ke Rio, dia mengantongi medali emas Hyundai Archery World Cup Stage 4 di Wroclaw, Polandia setelah mengalahkan Xu Jing dari China di final. Dia juga mendapatkan medali emas Asian Grand Prix 2013 dengan mengkandaskan perlawanan Yamamoto Yuki di babak final.

Atur Peak Performance

Dari semua olimpian, yang pernah bertanding di Olimpiade, Hendra Setijawan adalah yang paling mendekati prestasi Tiga Srikandi. Dia berhasil menembus babak perempat final, dan harus berhadapan dengan lawan-lawan dari Korea Selatan, Amerika Serikat, Jepang, Jerman, dan Australia.

Upayanya itu berakhir di perempatfinal atau di peringkat 6, setelah kalah dari Amerika Serikat. Tetapi, kemunculannya sejak dari babak kualifikasi sudah cukup mencemaskan atlet panahan negara lain. Di babak kualifikasi dia berada di unggulan 9.

“Sehari sebelum babak perempat final dimulai, atlet Amerika Serikat menghampiri saya dan memberikan saya pin. Saya baru tahu, hasil undian menempatkan saya berhadapan dengan dia. Rupanya dia ingin mengenal saya, berbincang-bincang agar dia bisa menembak dengan beban yang sedikit lebih ringan karena sudah mengenal saya,” katanya.

Hendra, yang sekarang adalah pelatih kepala untuk atlet panahan pelatnas, mengatakan, latihan berat untuk persiapan olimpiade dan pertandingan manapun justru membuat dia menjadi lebih percaya diri. Dengan persiapan yang matang, dia bisa bertanding dengan tenang.

Beda halnya dengan saat ini, sebagai pelatih, dia harus pintar-pintar memberikan program latihan kepada para atlet, agar menjadi nyaman kala bertanding, terutama jelang perebutan tiket olimpiade, dan olimpiade sesungguhnya nantinya. Tidak bisa melulu dengan keras, seperti yang pernah dirasakan bersama pelatihnya Bang Pandi (Donald Pandiangan)

Namun, yang terpenting dari atlet adalah menjaga ritme, endurance, dan performance dalam persiapan menuju olimpiade, agar pada saat perhelatan akbar olahraga empat tahunan itu, atlet Indonesia berada di siklus peak performance.

“Kita memang harus melakukan persiapan dengan matang, termasuk mengikuti pertandingan-pertandingan di luar negeri, baik untuk mengejar tiket olimpiade, maupun untuk mengasah mental, skill, dan jam terbang untuk turnamen besar tersebut. Namun, peak performance setiap atlet yang diproyeksi ke olimpiade harus dijaga. Kita berharap pada Berlin dan di Paris nantinya, atlet kita sedang berada di peak performance,” tegas dia.

Hendra mengatakan, setiap atlet memiliki siklusnya masing-masing. Sekurang-kurangnya ada dua siklus peak performance, jelang Olimpiade dan pada saat Olimpiade. Ada berbagai strategi, melalui pola pendampingan dan pembinaan untuk dapat mengelola peak performance tersebut agar dapat dibutuhkan pada saat yang tepat. Karena ketika atlet dalam kondisi peak performance, hasil tembakannya otomatis akan bagus.

“Saya sih berharap atlet panahan dunia lainnya dalam siklus menurun ketika bertanding di Berlin. Kalau melihat hasil dari Antalya di Turki, Shanghai di China, dan Medellin di Kolombia,  atlet-atlet negara lain berhasil menembak dengan skor tinggi. Kenceng banget mereka. Mudah-mudahan atlet lain sedang dalam fase turun di Berlin dan Paris, sedangkan Indonesia di fase peak performance,” tambah dia.

Memang, lanjut dia, untuk menjadi olimpian, atlet terbaiklah yang terpilih. Dia harusnya selalu bisa tampil dengan performa terbaik. Dalam hal pemilihan atlet terbaik, harus diakui Indonesia masih tertinggal dibandingkan dengan Korea Selatan. Untuk masuk dalam tim elit pelatnas, Korea Selatan mengadakan 4 hingga 5 kali seleksi. Seleksi pertama diikuti oleh 100 atlet, yang telah lolos persyaratan yang ditetapkan. Dari 100 menjadi 64, lalu dari 64 menjadi 32, dan dari 32 atlet itu akan dipilih delapan atlet untuk bersaing.

“Persaingan antarmereka di internal pun berat, beda tipis dengan hasil tembakan kelas dunia. Karena itu, Korea Selatan selalu tidak pernah kekurangan stok atlet panahan bagus, dan yang terbaiklah yang terpilih,” katanya.

Namun, selalu ada peluang di panahan untuk meraih prestasi terbaik. “Kita harus percaya diri, pantang menyerah, dan yakin dengan diri sendiri. Sang juara tidak hanya ditentukan oleh skor yang tinggi saat latihan, tetapi juga faktor mental,” katanya.

Baik Ika maupun Hendra sama-sama memberikan pesan kepada atlet pelatnas saat ini. Mereka tengah bersiap dan berjuang memperebutkan tiket olimpiade Paris 2024. “Dengan latihan fisik yang kuat dan keras, sekitar 50 persen untuk mencapai kemenangan seharusnya sudah terpenuhi. Cuma perlu kemauan keras atlet, kepercayaan diri, dan pengendalian diri atlet. Karena medali di Olimpiade untuk seorang olimpian Indonesia itu impian, tetapi juga beban sejarah,” imbuh Hendra.

“Beban berat, pressure yang tinggi, latihan dengan porsi berat, ya tinggal dienakin saja. Lalu, jadilah diri sendiri,” demikian kata Ika.

Berikut prestasi dan pencapaian olimpian panahan sepanjang sejarah hingga 70 tahun ini:

Olimpiade 2012
Ika Yuliana Rochmawati – 16 Besar

Olimpiade 2008
Ika Yuliana Rochmawati – 64 Besar
Rina Dewi Puspitasari – 64 Besar

Olimpiade 2004
Lockoneco – 64 Besar
Rina Dewi Puspitasari – 64 Besar

Olimpiade 2000
Hamdiah – 16 Besar

Olimpiade 1996
Tim putri – 16 Besar – (peringkat 15)
Nurfitriyana Lantang — 32 Besar, (peringkat 32)
Danahuri Dahliana — 64 Besar (peringkat 36)
Hamdiah Damanhuri — 64 Besar (peringkat 42)

Olimpiade 1992
Tim putri – 16 Besar – (peringkat 9)
Hendra Setijawan — Perempat final (peringkat 6)
Purnama Pandiangan — 32 Besar, (peringkat 24)
Nurfitriyana Lantang — Ranking round, (peringkat 33)
Rusena Gelanteh — Ranking round, (peringkat 40)

Olimpiade 1988
Tim putri (medali perak)
Syafrudin Mawi – Ronde Preliminary Round (peringkat 48)
Nurfitriyana Saiman – Semifinal (peringkat 9)
Kusuma Wardhani – Peredelapan final (peringkat 19)
Lilies Handayani – Ronde Preliminary (peringkat 30)

Olimpiade 1984
Suradi Rukimin – 2485 poin (peringkat 16)
Donald Pandiangan – 2374 poin (peringkat 16)

Olimpiade 1976
Leane Suniar – 2352 poin (peringkat 9)
Donald Pandiangan – 2353 poin (peringkat 19)

Olimpiade 1972
Tjoeij Lin Alienilin – 2100 poin (peringkat 37)

https://www.indonesiaarchery.org/wp-content/uploads/2023/03/all-logo-copy.png

All contents © copyright Indonesia Archery. All rights reserved.